Sejujurnya saya prihatin dengan kondisi lingkungan saya akhir-akhir ini. Dalam debat Pilkada yang saya tonton beberapa waktu lalu, salah satu calon wakil gubernur terlihat lelah dan lesu dalam debat - walau itu hanya terlihat beberapa sekian menit di mata saya.
Beliau mengutarakan bahwa proses kampanye dari tahun kemudian hingga sekarang, banyak pro kontranya juga di dalam keluarga dan lingkungan beliau.
Kasarnya gini: yang sobat sanggup jadi musuhan, sesama anggota keluarga pun sanggup jadi sebel-sebelan. Jangankan sebel-sebelan. Bisa hingga nggak mau saling bicara cuma gara-gara beda pendapat soal pilihannya masing-masing.
Memang sih, saya akui ini terjadi juga di lingkungan saya. Banyak yang saling unfollow/unfriend di media sosial, keluarga jadi berantem lah, jadi keluar dari group chat keluarga, saling menjatuhkan, saling merasa benar. Yang lebih murung lagi bila sudah bawa dilema SARA. Saya sendiri sudah nggak punya akun di Path atau pun rajin buka Facebook. Tapi mendengar kisah dari teman-teman bersahabat saya, kondisinya makin kurang nyaman jelang Pilkada menyerupai minggu-minggu ini.
Para netizen pun saling berdebat satu sama lain, tak jarang yang terbawa emosi saat mengutarakan pendapatnya.
Setiap ada sobat yang membahas ini, saya pun ikutan was-was, merasa tak nyaman, terkadang terusik juga sih dengan beberapa komentar yang berdasarkan saya kurang nyaman di baca tips menghilangkan mata panda di depan publik menyerupai media sosial.
Saya rindu suasana yang tenang, saling dukung bukan panas-panasan menyerupai ini. Memang terkadang terlihat seru, tapi saya melihatnya sih.. Nggak usah gitu-gitu banget. Mari menghargai satu sama lain. Let's agree to disagree. Yuk, berpelukan! :)
No comments: